Hikayat Mistis

HIKAYAT-HIKAYAT MISTIS
Syaikh Al-Isyraq, Syihabuddin Yahya As-Suhrawardi
 
 
Burung Merak Raja di Bawah Keranjang
 
   Seorang  raja  mempunyai  sebuah taman, yang sepanjang
empat musim selalu ditumbuhi tanam-tanaman yang wangi, hijau
subur   dan   menyenangkan.  Air  mengalir  berlimpah-limpah
melaluinya,  dan  segala   macam   burung   bernyanyi   dari
dahan-dahan pohon. Setiap hal yang baik dan indah yang dapat
kita bayangkan terdapat di dalam taman itu.  Dan  di  antara
semuanya itu ada sekelompok burung merak yang cantik.
 
Sekali  waktu sang raja mengambil salah seekor burung merak,
dan memerintahkannya agar ia  dimasukkan  ke  dalam  kantung
kulit  supaya  bulu-bulunya tidak dapat dilihat, sehingga ia
tidak dapat mengagumi keindahannya sendiri dengan  cara  apa
pun.   Dia   juga   memerintahkan   agar  burung  merak  itu
ditempatkan di bawah sebuah keranjang yang  hanya  mempunyai
satu  lubang,  melalui  lubang itu sedikit biji-bijian dapat
dituangkan ke dalamnya untuk makanannya.
 
Lama waktu berlalu.  Burung  merak  itu  lupa  pada  dirinya
sendiri,  sang raja, taman, dan burung-burung merak lainnya.
Ia melihat  pada  dirinya  sendiri.  Burung  tersebut  tidak
melihat  apa-apa  kecuali  kantung  kulit yang kotor itu. Ia
mulai menyukai tempat tinggalnya yang gelap  dan  jelek;  ia
percaya di dalam hatinya bahwa tidak mungkin ada tempat yang
lebih besar dari ruangan di dalam keranjang itu,  sedemikian
rupa  sehingga ia menganggapnya sebagai keyakinan bahwa jika
ada orang menyatakan tentang suatu kehidupan, tempat tinggal
atau   kesempurnaan   di  luar  yang  ia  ketahui,  maka  ia
menganggapnya sebagai kekafiran mutlak, omong  kosong  besar
dan kebodohan yang murni.
 
Sekalipun  demikian,  setiap kali angin segar berhembus, dan
harumnya  bunga-bunga  dan  pepohonan,  violet  (=   sejenis
tumbuhan  yang  bunganya  berbau harum), melati dan tumbuhan
rempah-rempah sampai ke  hidung  burung  itu,  ia  merasakan
kesenangan  yang  mengejutkan  melalui  lubang  itu.  Timbul
kekhawatiran di dalam hatinya. Ia  merasakan  adanya  hasrat
untuk  pergi  dan kerinduan batin, tetapi ia tidak tahu dari
mana kerinduan itu berasal,  sebab,  kecuali  kantung  kulit
itu,  ia  tidak  mengetahui  apa-apa;  selain keranjang itu,
tidak ada dunia lain;  selain  biji-bijian  itu,  tidak  ada
makanan   lain.   Ia   telah   melupakan   semuanya.  Ketika
sekali-sekali  ia  mendengar   suara   burung-burung   merak
bernyanyi,  dan  burung-burung  lain  berlagu, kerinduan dan
hasratnya  timbul;  tetapi  ia   tidak   terbangunkan   oleh
suara-suara burung-burung itu atau hembusan angin. Pernah ia
bergairah memikirkan sarangnya.
Angin sepoi-sepoi bertiup menyentuhku
dan hampir mengucapkan kata-kata,
'aku adalah kurir untukmu dari kekasihmu.'
(13)  Lama  sekali ia memikirkan apa sesungguhnya angin yang
harum itu, dan  darimanakah  bunyi-bunyian  yang  indah  itu
datang.
Wahai kilat yang menyambar,
dari perlindungan siapa engkau muncul?
Tetapi ia tidak sadar-sadar juga,  meskipun  sepanjang  masa
itu kesenangan tetap tinggal di hatinya.
Ah, kalau saja Laila sekali saja
mengirimkan salam karunianya, meskipun
diantara kami terbentang debu dan bebatuan besar.
 
Salam kegembiraanku akan merupakan jawabnya,
atau akan menjeritlah kepadanya si burung hantu,
burung sakit yang memekik di tengah keremangan
kuburan.
 
Burung  merak itu bodoh, karena ia telah lupa kepada dirinya
dan juga tanah airnya.
... janganlah hendaknya kamu bertingkah seperti
orang yang melupakan Allah, yang  mengakibatkan
Allah membuat mereka lupa diri pula. (QS 59:19)
 
Setiap kali hembusan  angin  atau  suara-suara  datang  dari
taman,  timbul  hasrat  dalam  diri  si  burung  merak tanpa
mengetahui mengapa demikian.
 
Kedua baris ini adalah karya seorang penyair:
 
Kilat Ma'arra bergerak di tengah malam, ia
melewati malam di Rama yang melukiskan
kebosanannya.
 
Ia benar-benar menyedihkan para penunggang,
kuda-kudanya, unta-unta, dan terus bertambah
menyedihkan, hingga ia hampir menyedihkan
pelana-pelana  
            
catatan: baris-baris ini berasal
dari Al-Ma'arri, Siqth al-Zand. hal. 51).
  Ia tetap  kebingungan  selama  beberapa  waktu,  sampai
suatu   hari   sang   raja  memerintahkan  agar  burung  itu
dilepaskan dari keranjang dan kantung kulitnya untuk  dibawa
menghadapnya.
 
Peristiwa kebangkitan itu terjadi hanya dengan
satu kali tiupan sangkakala saja. (QS 37:19)
 
Apakah dia tidak mengetahui, apabila nanti sudah
dibangkitkan segala isi kubur? Dan telah
terungkap segala isi kalbu? Sesungguhnya Tuhan
mereka pada hari itu maha mengetahui
keadaannya. (QS 100:9-11)
 
Ketika  burung  keluar  dari  penutupnya,  burung  merak itu
melihat  dirinya  berada  di  tengah-tengah  taman.   Ketika
memandang  bulu-bulunya  sendiri,  dan melihat taman beserta
aneka  ragam  bunganya,  atmosfir  dunia,  kesempatan  untuk
berjalan  kesana-kemari  dan  terbang  tinggi,  serta  semua
suara, irama, bentuk dan berbagai benda yang ada, ia berdiri
mendesah  seakan-akan  tak sadarkan diri (ejakulasi teofanik
'syath' yang terkenal dari Husayn ibn Manshur Al-Hallaj).
 
Wahai, sungguh aku menyesali kelalaianku dalam
memenuhi kewajiban kepada Allah. (QS 39.56)
 
Lalu Kami singkapkan tabir yang menutupi
matamu, maka pandanganmu menjadi lepas jelas. (QS
50:22)
 
Mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,
padahal ketika itu kamu melihat orang yang
sedang melepaskan nyawanya itu, sedangkan Kami
lebih dekat lagi kepadanya daripada kamu,
namun kamu tidak melihat? (QS 56:83-85)
 
Jangan berbuat begitu, kelak kamu akan tahu
akibatnya. Sekali lagi, jangan berbuat begitu,
kelak kamu akan tahu juga akibatnya. (QS
102:3-4)
Burung Hoopoe dan Burung Hantu
  Suatu kali ketika sedang terbang, burung hoopoe tiba di
lingkungan beberapa burung  hantu,  lalu  mampir  di  sarang
mereka.  Nah,  sebagaimana yang dikenal baik oleh masyarakat
Arab, burung hoopoe  termasyhur  karena  ketajaman  matanya,
sementara  burung-burung  hantu  itu  pada  siang hari buta.
Burung hoopoe melewatkan  malam  itu  bersama  burung-burung
hantu di dalam sarang mereka, dan mereka menanyainya tentang
segala macam hal. Pada waktu  fajar,  ketika  burung  hoopoe
berkemas  dan  siap  untuk  pergi, burung-burung  hantu  itu
berkata, 'Kawanku yang malang! Sungguh aneh, apa  yang  akan
kamu lakukan ini? Bisakah kita bepergian pada siang hari?'
 
'Ini   mengherankan,'   kata  si  hoopoe,  'Semua  pekerjaan
berlangsung pada siang hari.'
 
'Apakah kamu gila?' burung-burung hantu itu bertanya.  'Pada
siang  hari,  dengan ketidakjelasan yang disebarkan matahari
atas kegelapan malam, bagaimana kita bisa melihat?'
 
'Justru sebaliknya,' kata si hoopoe, 'Semua cahaya di  dunia
ini  tergantung  pada cahaya matahari, dan darinyalah segala
sesuatu   yang   bersinar   itu    mendapatkan    cahayanya.
Sesungguhnya   ia  dinamakan  "mata  dari  hari,"  sebab  ia
merupakan sumber cahaya.'
 
Tetapi burung-burung hantu  itu  mengira  dapat  mengalahkan
logika  si  hoopoe dengan menanyakan mengapa tak seorang pun
dapat melihat pada siang hari.
 
'Janganlah  beranggapan  bahwa  lewat  analogi  dengan  diri
kalian  sendiri  setiap orang itu seperti kalian. Semua yang
lain dapat melihat pada siang hari. Lihatlah aku. Aku  dapat
melihat,  aku  berada  di  dunia  yang  dapat dilihat, dapat
diamati. Ketidakjelasan itu  telah  hilang,  dan  aku  dapat
mengenali    permukaan    yang    cemerlang   dengan   jalan
menyingkapkannya tanpa gangguan keragu-raguan.'
 
Ketika burung-burung hantu itu mendengar ini, mereka menjadi
ribut   menjerit-jerit  dan,  sambil  bertengkar  satu  sama
lainnya,  mereka  berkata,  'Burung  ini  berbicara  tentang
kemampuan  melihat  pada  siang  hari, ketika kita terserang
kebutaan.' Dengan segera  mereka  menyerang  si  hoopoe  dan
melukainya dengan paruh dan cakar mereka. Mereka mengutuknya
dengan memanggilnya 'si  melek-siang-hari;'  sebab  kebutaan
pada  siang  hari  merupakan  kewajaran  di kalangan mereka.
'Jika  kamu  tidak  menarik  kembali  perkataanmu,'   mereka
berkata, 'kamu akan dibunuh!'
 
'Jika  aku  tidak  membuat  diriku  buta,'  pikir si hoopoe,
'mereka akan membunuhku. Karena mereka  merasakan  kesakitan
terutama  pada  mata  mereka,  kebutaan  dan  kematian  akan
terjadi  secara  serentak.'  Dan  kemudian,  diilhami   oleh
pepatah,  'Berbicaralah  dengan  orang-orang  sesuai  dengan
tingkat kecerdasan mereka,' dia menutup matanya dan berkata,
'Lihat! Aku menjadi buta seperti kalian.'
 
Melihat  memang  demikianlah halnya, mereka berhenti memukul
dan  melukai  si  burung  hoopoe,   yang   menyadari   bahwa
mengungkap  rahasia Ilahi di kalangan orang-orang yang tidak
percaya  sama  saja  dengan  menyebarkan  rahasia  kekafiran
mereka.  Dan karenanya, sampai tiba waktu perpisahan, secara
susah  payah  dia  bertahan  dengan  berpura-pura  buta  dan
berkata:
 
Berkali-kali aku mengatakan bahwa aku akan
menyingkapkan semua rahasia di dunia yang fana
ini.
 
Tetapi, karena takut akan pedang dan adanya
hasrat untuk menyelamatkan diriku, [aku telah
mengunci] bibirku dengan seribu paku.
 
Dia mengeluh dalam-dalam  dan  berkata,  'Dalam  diriku  ada
banyak   pengetahuan;   jika  aku  melepaskannya,  aku  akan
terbunuh.'
 
Jika selubung itu  diangkat, aku tidak akan
menjadi lebih yakin  (catatan: perkataan  ini
diyakini berasal dari 'Ali ibn Abi Thalib).
 
Agar mereka  menyembah  Allah  yang  mengungkapkan
segala  yang terpendam  di langit dan di bumi
serta mengetahui apa-apa yang disembunyikan dan
dinyatakan. (QS 27:25)
 
Jelaslah, tidak  sesuatu pun yang tidak
dari Kami perbendaharaannya. Dan Kami tidak
mengaruniakan  semua kebutuhan itu, kecuali dengan
kadar yang serba tertentu. (QS 15:21 )

Bunglon dan Kelelawar
 
Suatu kali pernah timbul pertentangan  antara  beberapa
ekor kelelawar dan seekor bunglon. Perkelahian antara mereka
sudah sedemikian sengitnya, sehingga pertentangan itu  sudah
melampaui  batas.  Para  kelelawar  setuju  bahwa  jika saat
petang  menjelang  malam  telah   menyebar   melalui   ceruk
lingkaran  langit,  dan  matahari  telah  turun  di  hadapan
bintang-bintang menuju lingkup terbenamnya matahari,  mereka
akan   bersama-sama   menyerang   si  bunglon  dan,  setelah
menjadikannya tawanan mereka, menghukumnya sesuka  hati  dan
melampiaskan  dendam.  Ketika  saat  yang  dinantikan  tiba,
mereka menyerang dengan tiba-tiba, dan semuanya bersama-sama
menyeret  bunglon  yang  malang dan tak berdaya itu ke dalam
sarang mereka. Dan malam itu mereka memenjarakannya.
 
Ketika fajar tiba, mereka  bertanya-tanya  apakah  sebaiknya
bunglon  itu  disiksa  saja.  Mereka  semua setuju bahwa dia
harus dibunuh, tetapi mereka  masih  merencanakan  bagaimana
cara  terbaik  untuk  melaksanakan pembunuhan  itu. Akhirnya
mereka memutuskan  bahwa  siksaan  yang  paling  menyakitkan
adalah  dihadapkan pada matahari. Tentu saja, mereka sendiri
tahu bahwa tidak ada siksaan yang lebih menyakitkan,  selain
berada  dekat  dengan  matahari; dan, dengan membuat analogi
dengan keadaan mereka sendiri, mereka mengancam  supaya  dia
memandang   matahari.   Bunglon   itu,  sudah  pasti,  tidak
mengharapkan yang lebih baik lagi. 'Penghukuman' semacam itu
persis  seperti  yang  diinginkannya,  sebagaimana dikatakan
oleh Husayn Manshur,
 
Bunuhlah aku, kawan-kawanku, sebab dengan
terbunuhnya diriku, aku akan hidup. Hidupku ada
dalam  kematianku, dan kematianku ada dalam
hidupku. (keterangan: baris-baris ini terdapat
dalam Al-Hallaj, 14.1)
 
Maka  ketika  matahari terbit, mereka membawanya keluar dari
rumah mereka yang menyedihkan agar dia tersiksa oleh  cahaya
matahari,   siksaan   yang   sesungguhnya   merupakan  jalan
keselamatan baginya.
 
Janganlah kamu mengira orang-orang yang gugur
dalam peperangan di jalan Allah itu mati. Tidak!
Bahkan mereka hidup. Mereka  mendapat rizki dan
Tuhannya. (QS 3:169)
 
Kalau  saja  para  kelelawar  itu  tahu  betapa  murah  hati
tindakan  mereka  terhadap  bunglon  itu,  dan betapa mereka
telah  berbuat  keliru,  karena  mereka  justru   memberinya
kesenangan, mereka pasti akan mati sedih. Bu-Sulayman Darani
berkata, "Jika orang-orang yang lalai itu tahu betapa mereka
telah  mengabaikan kesenangan orang-orang yang sadar, mereka
pasti akan mati karena kecewa." (dikutip dalam bahasa Persia
'Aththar, Tadzkirah, hal. 282)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar